Kamis, 29 Oktober 2009

CONTOH ABSTRAK

SUFRIN EFENDI. Nilai-Nilai Pendidikan Dalam Proses Pengharaman Khamr. Skripsi. Depok: Fakultas Tarbiyah Jurusan Kependidikan Islam Sekolah Tinggi Al-QUDWAH. Agustus, 2008.

Penelitian ini penulis fokuskan pada nilai-nilai pendidikan yang dapat diambil dari proses pengharaman khamr. Yaitu pelajaran yang sangat berharga bagi orang-orang yang benar-benar menjadikan al-Quran sebagai tuntunan hidup dan sebagai penerang ketika berada dikegelapan. Di mana kejadian yang ditujukan kepada para sahabat beberapa abad yang silam, masih tetap mengandung nilai luhur yang dapat kita jadikan rujukan di masa kini.
Tujuan penelitian ini adalah mengkaji aspek pendidikan yang terdapat di dalam proses pengharaman khamr. Adapun aspek pendidikan yang dimaksud adalah bagaimana Allah SWT begitu memperhatikan kesiapan, kemampuan, ketepatan waktu serta penyesuaian untuk menetapka suatu hukum kepada hamba-Nya. Aspek pendidikan yang terkandung dalam proses pengharaman khamr tersebut sangat besar nilainya dan bahkan melebihi aspek lainnya, serta menggambarkan rangkaian peristiwa yang menjadi cermin atau bukti nyata dari fitrah manuisa. Dan yang lebih menarik lagi nilai yang akan penulis ungkapkan di sini adalah nilai yang berdasarkan proses pengharaman khamr tersebut sekaligus dikaitkan dengan firman Allah yang sesuai dengan tahapan-tahapn tertentu.
Penelitian ini akan memberikan kepada pembaca pemahaman tentang hakikit kandungan al-Qur’an yang begitu memperhatikan kemaslahatan umat manusia, serta bagaimana menyikapi keadaan manusia yang mempunyai karakter yang berbeda-beda.
Pendidikan dalam proses pengharaman khamr tersebut adalah pendidikan yang sangat realistis dan sangat mudah dijangkau akal sehat manusia. Ini dapat kita lihat dari berbagai peristiwa dan kejadian yang digambarkan al-Qur’an dalam pengharamannya. Mengambil ibrah (pelajaran) yang terdapat di dalamnya merupakan tugas dan kewajiban setiap muslim. Hendaknya setelah mengkaji dan memahami setiap kejadian dalam proses pengharaman khamr tersebut pemahaman kita tentang kandungan al-Qur’an semakin meningkat dan menumbuhkan jiwa yang menjadikan al-Qur’an sebagai sumber awal dalam pendidikan, dan ketaatan yang semakin hari semakin meningkat kepada-Nya.
Penelitian ini penulis lakukan dengan berpegang pada referensi-referensi yang tepercaya. Penulis tidak hanya berpegang pada karangan sejarawan-sejarawan klasik, akan tetapi penulis juga menyertakan pendapat para ahli pendidikan dimasa kini dan karang-karangan sejarawan kontemporer lainnya.



KATA PENGANTAR

بسم الله الرحمن الرحيم

Puji dan syukur kepada Allah SWT, Tuhan semesta alam. Karena curahan rahmat, hidayah serta ’inayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini, serta memudahkan penulis dalam menyusunnya. Walaupun masih banyak kekurangan di sana sini. Hanya untuk Dialah segala puji dan syukur, mulai dari zaman nabi Adam sampai di kemudian hari tentunya.
Shalawat dan salam senantiasa dilimpahkan kepada Rasulullah SAW. Beliau telah mendidik dan mengajari menusia untuk mengenal Tuhannya. Dan membimbing mereka menuju agama yang diridhai-Nya serta menunjukkan jalan untuk mendekatkan diri kepada-Nya. Beliau adalah sosok seorang pendidik yang tidak ada tandingannya sampai kapanpun.

Adapun tujuan dari penulisan ini adalah sebagai syarat kelulusan program strata satu (S-I) pada Sekolah Tinggi Agama Islam al-Qudwah Dopok Fakultas Tarbiyah.
Skripsi ini berjudul “NILAI-NILAI PENDIDIKAN DALAM PROSES PENGHARAMAN KHAMR”. Membahas tentang bagaimana metode pendidikan yang di gunakan Allah SWT melalui ayat-ayat yang terkait dengan pengharaman khamr. Secara rinci penulis mencoba mengupas tentang sifat-sifat manusia dan karakter-karakter bawaannya. Dan peristiwa yang merupakan cerminan ketaaan, yang terdapat di dalam proses pengharaman tersebut.

Penulis juga menguraikan metode pendidikan yang sesuai dengan al-Qu’an dan tentunya sejalan dengan kemampuan manusia. Juga menjelaskan peran al-Qur’an di dalam proses pendidikan dan sekaligus menjadi bekal yang tepat bagi para pendidik untuk menemukan cara-cara yang sesuai dalam menanamkan nilai pendidikan kepada peserta didik.
Di samping itu, penulis juga mengucapkan banyak terima kasih kepada:
1. Ketua Yayasan Al-Qudwah Bapak Amang Syafrudin Lc. M.A;
2. Ketua STAI Al-Qudwah Ibu Nur Hamidah Lc. M.A;
3. Ketua Jurusan Tarbiyah Bapak Anwar Nasihin Lc;
4. Direktur Ma'had Aly An-Nu'aimi Bapak Bakrun Syafi'I Yahya M.A;
5. Juga Bapak Bakrun Syafi'I Yahya M.A selaku pembimbing pertama. Yang dengan sabar membimbing penulis dalam penulisan skripsi ini. Ia memberikan arahan dan petunjuk kepada penulis selama menyusun skripsi ini; dan Bapak Shofwan Abbas, M.A, selaku pembimbing kedua. Beliau telah memberikan bimbingan dan arahan yang besar selama proses penulisan skripsi ini;
6. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada para dosen yang telah mendidik dan mengajari penulis serta pihak-pihak yang memiliki kontribusi dalam keilmuan penulis, walaupun tidak penulis sebutkan nama mereka satu persatu, namun tidak mengurangi rasa bangga serta terima kasih kepada mereka.
7. Perpustakaan UNP Padang dan IAIN Padang, terutama petugas perpustakaan yang memudahkan penulis untuk masuk keperpustakaan tersebut untuk dapat mencari rujukan dalam penulisan;
8. Perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta;
9. Teman-teman satu jurusan yang telah memberikan doa dan dukungan kepada penulis; dan
10. Semua pihak yang telah memberikan dorongan, dukungan serta kontribusi dalam proses penulisan skripsi ini, terlebih teman yang di UIN Jakarta yang membantu di dalam pencarian bahan rujukan.
Penulis tidak menganggap sempurna skripsi ini serta bersih dari kekurangan dan kekeliruan. Penulis menyadari akan adanya kekurangan dalam skripsi ini. Oleh karena itu, saran dan kritik yang konstuktif sangat penulis harapkan dari pembaca.
Penulis berdoa semoga Allah SWT membalas apa yang telah penulis lakukan dan korbankan dalam proses penulisan skripsi ini. Semoga Allah SWT menghitungnya sebagai amal saleh.


Ciputat, 03, agustus, 2008

Sufrin Efendi Lubis
Selengkapnya

SAUDARAKU, MAAF AKU GAGAL..!

Jasa adalah salah satu mahasiswa al-Azhar dari Indonesia. Pagi ini dia merasa orang yang paling merugi di antara teman-teman seangkatannya. Banyak waktu dan kesempatan yang sudah ia lalui, tapi evaluasi demi evaluasi ia lakukan ternyata tidak memberikan hasil yang positif.
Ia dikagetkan suara jam weker yang begitu nyaring memenuhi kamar. “ Masya Allah…” keluhnya. Ternyata sudah pukul 06.30 dan dia belum sholat Shubuh. Buru-buru Jasa ke tempat wudhu’ yang kebetulan di samping kamarnya. Imaroh Jasa mempunyai kelebihan yang tidak didapatkan di imaroh-imaroh lain. Tempat yang begitu strategis untuk beribadah, Bagian belakang gedung berpapasan dengan masjid, Kapan saja air hangat selalu tersedia. Bikin semua orang yang tinggal di imaroh ini jadi nggak perlu fikir panjang mau ke kamar mandi karena dinginnya air.
Setelah melaksanakan shalat Shubuh, Dia duduk di ujung kasurnya, Menyandarkan tubuhnya ke dinding sambil menerawang masa-masanya di Cairo yang sudah masuk tahun ketiga. Di sudut sebelah kanan kamar, Roni temannya dari Sulawesi masih tidur lelap, dan Roni tidak segan-segan meninggalkan sholat. Dia mau sholat kalau lagi mood. Benar-benar aneh bagi orang normal, seorang mahasiswa al-Azhar meninggalkan shalat, tapi itulah kenyataannya. Nama al-Azhar tidak lebih hanya sebagai simbol yang selalu tampil menipu wujud aslinya. Al-Azhar pasti menangis ketika orang-orang seperti ini menjadi tanggungannya.
Kesedihan telah merasuki wajah Jasa. Tapi dia juga heran, kok dengan spontan rasa sedih merasuki hatinya, dan kaku melihat sudut-sudut kamarnya yang sangat berantakan karena ulah sinting mereka, sampai dinding kamarpun masih merasa bising dengan tawa lepas mereka semalam.
Dia merasa tidak nyaman, pikirannya kacau balau dan matanya masih liar seperti mencari sesuatu. Jasa melihat alangkah tidak pantasnya mereka disebut sebagai duta bangsa, tapi walau bagaimanapun mereka adalah orang-orang terbaik bangsa Indonesia, lulus seleksi DEPAG dan seleksi KEDUBES Mesir. “Tapi, kami di sini santai, dan hura-hura adalah bunga hari-hari kami. Jauh dari keseriusan, masa depan seakan suram. Ya, Allah, berilah kesadaran kepada kami.” Desisnya dalam hati.
“Kenapa, Sa,” tanya Saiful, teman satu kamar yang dari tadi mengamati tingkah lakunya. Jasa hanya menggelengkan kepala sembari memamerkan senyum kamuflase.
“Dingin, ya..?” Jasa balik nanya tanpa gairah sembari melihat kesibukan Saiful memakai Jaket tebalnya lagi.
“Iya neeh, Sa.., karna pagi ini suhu dingin Sampai 12 Derajat Celcius.”
Jasa mengenakan kaus kakinya yang tadi dibuka karena berwudhu’. Dia masih cuek mendengarkan keluhan Saiful.
Mata Jasa masih sibuk, melihat sudut-sudut kamarnya. Pikirannya semakin tidak terarah. Tiba-tiba matanya berhenti ketika melihat kopernya yang masih baru, karena memang jarang dipakai. Koper yang terletak di atas lemari itu pun diambil kemudian membukanya. Tangannyapun membolak balik lipatan baju yang masih tersisa di dalam koper, dan tanganya terhenti melihat sepucuk surat yang masih terlipat utuh . Jasa memutar-mutar ingatannya.
“Ini surat siapa…?” tanyanya dalam hati. Jasa pun langsung membuka surat tersebut. Dan sejurus kemudian aura muka Jasa memerah karena menahan rasa perih di hatinya dan malu atas tingkah lakunya selama ini. Sepucuk surat ini adalah kenang-kenangan yang tersisah dari temanya Fadhilah, di samping ada juga jaket LDK STMI yang sampai sekarang masih sering dipakainya. Dengan perlahan dibacanya surat itu dalam hati.

بسم الله الرحمن الرحيم
Jakarta, 26 Desember 2006

Syukur kepada Allah SWT, dengan kekuasa-Nya kita bertemu dalam ikatan ukhuwah yang mengikat hati-hati kita dengan da’wah. Shalawat dan Salam kepada Rasulullah SAW, kepada keluarga dan shahabatnya.
Akhi… ana bingung harus berkata apa kepada antum, ana mau nulis juga bingung mau nulis apa…
Seperti antum bilang, tidak ada perpisahan tapi yang ada hanyalah sebuah pertemuan terbaik dari Allah. Kalaupun tidak di Dunia, insya Allah pertemuan terbaik di Syurga.
Akh… kurang lebih 3 bulan (belum lama) kita berinteraksi, banyak hal luar biasa yang ana dapat dari antum. Semuanya sarat dengan makna ukhuwah.
Akhi… jujur, ana merasa akan kehilangan antum, seperti ana bilang antum itu “unik”. Itu yang membuat ana kagum dengan antum. Antum adalah orang yang pertama ana temukan, unik dan sangat unik.
Di satu sisi, ana iri melihat antum, sungguh iri akhi…, tapi, bukan iri dengki dan benci.
Antum hafizh Quran……
Ana kagum dengan tahajjud antum yang rutin…
Bacaan antum ketika kita qiyamullail di Romadhon kemaren ala Musyari Rasyid, yang mencucurkan air mata…
Jamah menyanjungmu…
Dan yang paling ana herankan dan membuat semakin unik, antum pecinta sinetron. Apalagi kalau Sinetron Melati dan Yasmin yang lagi digemari anak-anak remaja.
Akhi, ana bingung harus nulis apa lagi, baru kali ini ana merasa akan kehilangan ketika harus berpisah dengan ikhwah. Ada perasaan takut dan kekosongan pada diri ana, ana yakin itu pula perasaan yang ada di hati semua jamaah NURIS.
Akhi…, jangan lupakan kami dalam setiap doa qiyamullail antum. Rindukan kami dalam setiap perasaan rindu antum. Ingat kami sebagai salah satu kenangan terindah bagi antum.
Selamat berjuang akhi, Insya Allah kita akan bertemu di tempat sebaik-baiknya kita bertemu. Mohon maaf atas segala khilaf.

Akhukum fillah
Fadhillah

Air matanya meleleh ketika membaca bait-bait surat temannya yang jauh di seberang sana, bagai halilintar yang sekonyong-konyong menerpa pohon kelapa di siang bolong, tanpa rasa iba dengan buah kelapa yang berguguran di sana-sini. Jasa pun menagis sekerasnya, dan mengeluarkan segala kegundahannya. Roni bangun dan terkaget-kaget atas sikap Jasa yang sudah membangunkannya dari tidur.
Bukan rahasia umum bagi mesisir khususnya; di tahun pertama luapan semagat memenuhi seluruh tubuh; maunya semua yang berbau keilmuan ingin rasanya ia harungi dan ikut serta di situ. Tapi, semangat yang sampai ke ubun-ubun ini tidak bertahan lama, di balik semua itu terdapat tingakah laku yang bertolak belakang dengan masa-masa mulanya di Bumi Kinanah ini. Jasa salah satu korbannya. Dia tidak ubanhnya seperti katak dalam tempurung, setelah dilepas kelingkungan yang lebih menggiurkan, iman yang belum bias jaminan kebahagiaan itu luluh dan terikut ikut. Hari-harinya di cairo hanya di kamar, math’am; kamar lalu ke math’am. Sungguh menyedihkan..! Bukankah jasa salah satu mahasiswa yang aktik meramaikan pengajian di Azhar..? Bukankah dia salah satu peserta tahsih yang dibimbing Syech Asyraf..? tapi nyatanya, di tahun kedua semuanya sirnah ditelan ajakan teman-temannya. Mengingat-ingat ini semua, jasa tidah bias munguasai dirim tangisan pun ia lepaskan sesukanya.
“Lho… lho… lho… kamu kenapa, Sa …?! Kok tiba-tiba kayak orang kesetanan?” Cemooh Roni. Jasa tetap menangis dengan keras, dia tidak menghiraukan comoohan Roni. Jasa teringat hari-harinya menjelang keberangkatannya ke Cairo, sudah dua tahun ia tinggalkan Indonesia, tapi ilmu yang di dapat belum seberapa, seketika badan terasa lemas, tidak berdaya.
***
Musim dingin yang sungguh ganas, tidak mengenal perdamaian. Bintik-bintik kecil muncul di tubuh mungil anak Indonesia seperti cendawan yang tumbuh di musim penghujan; rasa gatal mengepung badan. Sudah pukul 09.00 tapi sang surya belum juga bisa mengalahkan dinginnya pagi kali ini; membuat siapa saja malas melangkahkan kaki ke kuliah. Jasa, Saiful dan Roni pun membisu tanpa suara, mereka saling bertatapan khususnya Roni tajam memandang Jasa, dia masih penasaran apa yang membuat Jasa seperti orang kesurupan tadi pagi.
“Aku kuliah dulu,” ungkap jasa menyibak kebisuan.
Saiful dan Roni masih belum mengerti apa yang terjadi dengan Jasa, perubahan yang sangat drastis yang membuat siapa saja bingung dengan ulahnya. Entah malaikat apa yang merasuki tubuhnya pagi ini hingga tiba-tiba dia ingin kuliah hari ini. Saiful dan Roni saling pandang penuh tanda tanya dan berakhir dengan kerutan di kening dan kedikan bahu dari masing-masing keduanya.
Jasa membuka lemarinya dan langsung meraih jaket pemberian temannya, Fadhilah. Matanya mencari-cari sesutau ke arah meja belajar yang berantakan dengan bekas rokok.
“Cari apa Sa..?” tanya Saiful memberanikan diri.
“Pulpen. Pulpen kamu mana, boleh minjam?”
“Itu, di laci paling bawah.” Sambil menunjukkan tangannya ke arah meja yang tidak jauh dari tempat tidurnya. Dengan segera jasa mencari dan mengambil pulpen tersebut.
“Sa, kamu kenapa, sih?” tanya Roni angkat bicara, dia tidak bisa lagi membendung rasa penasarannya.
“Gak ada, Akh.., aku nggak kenapa-napa. Aku pengen ke kuliah doang.” ungkap jasa berusaha memahamkan temannya yang masih bingung dengan tindakannya yang tiba-tiba. “aku berangkat dulu ya, hampir telat nih.”
Jasa pergi dengan menyandang tas hitam di bahu kirinya dan tangan kanannya asyik membalik kaos kaki sambil sesekali dibantu tangan kiri; yang akan dipakainya di Mahaththoh sambil menunggu angkot.
“Aku harus ke kuliah hari ini, aku harus belajar! Harus..!” tekat jasa dalam hatinya. Jasa pun tidak harus menunggu lama-lama di Mahaththoh; sekitar 3 menit ia duduk di Halte depan bawwabah Buust putra, angkot jurusan Darrosah datang.
“Darrosah… Darrosah… Darrosah” ajak kernek angkot kecil ini dengan suaranya yang mengalahkan microphone. Jasa masuk beserta beberapa mahasiswa berkulit hitam. Belum sempat selesai jasa mengulang hafalannya satu halaman dari surah At-Taubah ala Musyari Rasyid, angkot yang dinaikipun sampai dan penumpang berturunan. Jasa langsung menuju kampus Islam tertua ini. Ada rasa malu, bimbang dan sedikit takut, tiba-tiba Jasa menghentikan langkahnya, sambil melihat ke kiri dan kanan.
“Sudah lama aku tidak ke sini..” gumamnya.
Dengan fikiran yang masih campur aduk antara masuk atau tidak, Jasa meneruskan langkahnya tanpa mau berlama-lama dengan kebimbangannya. Pintu gerbang Al-Azhar telah menghadangnya, dengan tiga syurthoh tinggi dan bertubuh kekar yang setia menanyai dan memeriksa kerneh mahasiswa yang mau masuk kuliah, termasuk Jasa.
“Ya Syaikh, Ain kerneh..?” tanya salah seorang syurthoh yang lagi duduk di samping pintu masuk kampus. Jasa pun gugup dan tidak bisa menjawab. Dia baru ingat, kalau mau ke kuliah harus bawa kerneh. Boro-boro bawa kerneh, Visa saja sudah dua tahun belum pernah diperpanjang. Jasa diam dan tidak menjawab. Bukan karena tidak faham apa yang diminta syurtoh, juga bukan karena tidak bisa menjawab; sekalipun Jasa nggak pernah masuk kuliah dua tahun terakhir ini, tapi kemampuan bahasa arabnya nggak bisa disepelekan.
“Indunesia.., ain kerneh..? Limazda lam tujib..?” bentak syurthoh yang berkumis tebal, membuat Jasa semakin mematung.
“Kholas, da’hu!, rubbama la yafham lughoh ‘arabiyah.” Ucap syurthoh yang tidak jauh berdiri dari Jasa menengahi situasi.
“Yalloooh, hus ya syaikh!” Perintah syurthoh si kumis tebal. Begitulah kebiasaan para syurthoh kampus ini, paling enak menakut-nakuti mahasiswa; apalagi mahasiswa Asia. Padahal mereka hanya becanda, tidak lebih.
Jasa pun buru-buru pergi, tawa para syurthoh yang mengiringi kepergiannya hilang seketika ditelan langkahnya yang terburu-buru menuju aula Fakultas Syari’ah syu’bah syari’ah Islamiyah. Jasa dikagetkan dengan ruangan yang kosong dan tempelan selembar kertas di pintu masuk sebelah kanan.
Untuk pekan ini, muhadhoroh tarikh tasyri’ tidak ada. Inti dari tempelan selembar kertas itu. Jasa lemas dan agak kecewa. Akhirnya dia pergi kelantai dua, aula syu’bah syariah wa qonun. Tanpa fikir panjang, Jasa masuk dan mengambil bangku urut dua dari depan yang berpapasan dengan dosen.
***
Aku pasti bisa!!! Jasa teringat dengan tekatnya dulu pada hari pertamanya kuliah. Dia terkesima, salut dan takjub melihat dosen favoritnya, DR. Saad, yang mengajar Fiqh Muqorin. Di samping bahasa pengantarnya jelas, tegas, juga DR. ini menyampaikan ceramah kuliahnya berdiri mulai dari awal sampai akhir. Ternyata DR. Saad yang dulu ia idolakan, sekarang ada di depannya. Sudah dua tahun ia tidak pernah masuk kuliah, ternyata DR. Saad tidak banyak berubah; masih tetap jadi dosen favoritnya.
Jasa sedikit terhibur akan suasana ini. Dia teringat semua teman-temannya yang membuat dia tertawa setengah mati, tepatmya dua tahun yang lalu di hari pertama kuliah. Teringat dengan salah satu temannya dari Mesir, ketika ditanya tentang rukun wudhu’ tapi jawabannya melenceng 99% karena menurutnya, rukun wudhu’ yang pertama adalah membasuh tangan. Membuat seisi kelasa menjadi geger. Begitu juga dengan temannya dari Nigeria, yang ditanya tentang tanggal lahirnya, lagi-lagi suasana kampus bising dipenuhi dengan tawa yang keluar sesukanya, karena jawabannya juga melenceng 100% dari yang diharapkan. Dan yang lebih aneh bin ajaib lagi, pertanyaan temannya yang sampai sekarang dia belum tahu pasti asal penanyak ini. “Bukankah ada dalam al-Quran, ketika ada perintah mendirikan shalat juga dibarengi dengan perintah mengeluarkan zakat yang diperantarai huruf waw. Pertanyaan saya, Duktur, Apakah setiap kita shalat juga harus mengeluarkan zakat, karena huruf waw sebagai pernyataan beserta?” Akhirnya, muhadhoroh ditutup dengan semprotan tawa kiri kanan memenuhi aula ini, dan jasa pun pulang menuju Madinatul Bu’ust Islamiayah.
Sesampainya di Bu’ust, jasa tidak langsung ke kamarnya. Jasa mengikuti arah langkahnya yang tanpa ia sadari menuju ke imaroh 18; imaroh tempat istidhofahnya dua tahun yang lalu. Dia ingin ketemu sama Ustaznya.
“Eh, jarang kelihatan, Sa..?” tanya beliau sumringah dengan kedatangan Jasa yang tiba-tiba ke kamarnya.
“Nggak, Ustaz, karena jarang aja kesini makanya Ustaz tak lihat ana,” jawab Jasa mengelak. Jasa melihat keadaan kamar Ustaznya ini tidak begitu jauh berbeda dengan dua tahun silam.
“Kok kamu kelihatan bingung, Sa..? lagi ada masalah yach..!
“Nggak, Ustaz,” jawabnya singkat. “begini Ustaz, menurut Ustaz ana pantas nggak kuliah di sini, apa ana pulang aja ke Indonesia..? Tanyanya sesaat, minta pendapat.
“Hehehe..., kamu ada-ada aja, Sa, sang ustaz balas meledek Jasa.
“Serius...! ana butuh pendapat, Ustaz,” ulang jasa meyakinkan Ustaznya.
“Ya.., kalau kamu mau pulang, nggak apa-apa. Ustaz juga bisa nitip.
Akhirnya keputusan Jasa untuk pulang ke tanah air sudah bulat. Dan dia tinggal menunggu kepastian pesanan tiket dari seniornya dulu di pondok, yang sekarang lagi ngambil S2 yang tinggal di Hay Asyir.
“Ternyata inilah hari terakhir jasa ke kuliah.” Ungkap saiful kepada teman-temannya ketika terdengar kabar Jasa tewas ditabrak mobil. “Kejadiannya saya tidak tahu pasti, tapi pas dia turun dari Bus 80 CORET, dengan secepat kilat TAXI menyambut kakinya. Tubuhnya terguling-guling.”

Sufrin Efendy Lubis
Selengkapnya

Rabu, 28 Oktober 2009

NiQaB...Islam atau Adat

Isu menabur dimana-mana. Sikap saling menyalahkanpun terus melebar. Ketidak dewasaan menaggapi suatu problem juga menumpangi para cendikiawan. Seolah permasalahan niqab (cadar) kayak masalah baru. Adu argumentasi dan ingin menang sendiri terjadi di sana-sini. Bahkan orang yang buta agamapun ikut berkomentar. Mereka memberikan pendapat, itu adalah liberal. Sementara di kelompok lain, ada yang mengatakan itu demi kemaslahatan. Semua seolah bebas melontarkan pendapat masing-masing, tanpa ada yang menghalangi. Tapi memang itulah kenyataanya. Ketika yang tak kenal agama berbicara tentang agama, dan orang yang tahu agama bersikap acuh tak acuh dan juga tak peduli. Bahkan mereka mengatas namakan ini sebagai hak asasi. Siapapun bebas berpendapat dan mengungkapkan kritikan dan sanggahan. Dan keadaan tersebut telah Nabi peringatkan beberapa abad yang silam, debagai indikasi ketipisan iman. Beliau menegaskan, bahwa Allah memanggil hamba-hamb-Nya yang benar faham agama; sehingga tidak ada yang tersisah melainkan orang yang lebih mementingkan peribadi dari pada hukum Allah. Sebagaimana Rasulullah membahasakannya:

...فأفتوا بغير علم فضلوا وأضلوا (الحديث)

"…merekan menfatwakan sesuatu tidak berdasarkan ilmu, kama mereka sesat juga menyesatkan"

Keluarnya fatwah Syech Azhar; Sayyid Tantawi tentang pelarangan memakai niqab (cadar) seolah telah mengguncang dunia. Berbagai kalangan memberikan pendapat tentang fatwa tersebut. Tidak di Negara Arab aja, tapi juga di Negara Asia sana seperti Indonesia; negara kita.

Layaknya sebagai pelajar. Sudah seharusnya kita lebih teliti menilai sesuatu. Tanpa melihat sumber opini tersebut. Akan tetapi, yang hak tetap yang hak, sekalipun keluar dari yang bukan Islam. Dan yang batil tetap batil, meskipun itu perkataan kiyai. Karena standar baik benar tersebut adalah Isalam bukan kedudukan juga bukan jabatan.

Kita telah diombang-ambing oleh media massa. Telah di-nina bobokkan media yang mengutamakan kepentingan sendiri. Bahkan sebagian kalangan menjadikannya sebagai momen untuk menyalakan api perpecahand di antara kaum muslimin. Yang lebih memprihatinkan banyak di antara kita tidak menyadari hal tersebut dan masih lebih memilih mereka orientalis dan liberalis (yang ingin merongrong agama dari luar dan dalam).

Informasi yang dipublikasikan media massa tidak semuanya benar dan pasti. Apalagi kebanya didomonasi orang-orang yang tidak ridha dengan agama ini. Jangan sampai kita yang tahu agama, juga linglung dikeramaian, yang seharusnya tidak patut; apalagi sebagai mahasiswa yang menuntut ilmu di universitas tertua dunia ini.

Syech Azhar bukanlah orang bodoh; yang kalau mengeluarkan suatu pendapat, tidak mempertimbangkan dampak negative dan positifnya. Beliau juga bukan orang yang tak pernah salah. Sehingga apa yang beliau katakana itulah segalanya dan menentangnya adalah suatu kekeliruan. Akan tetapi, semuanya berawal dari penyikapan kita. Bagaiman kita menerima informasi tersebut. Apakah beliau benar menfatwakan seperti itu, atau ada ini ulah oknum yang mengatasnamakan agama dan memanfaatkan untuk kepentigan sendiri..? yang salah siapa..? dan kalau memang benar demikian bagaiman seharusnya kita menyikapinya..?

Sesungguhnya beruntunglah orang yang menjadikan al-Quran sebagai pegangan. Kesalah pahaman juga pernah terjadi di masa Nabi dan Al-Quran telah meluruskannya dan memberikan peringatan agar kita lebih teliti dalam meneriam suatu informasi. Bukan karena dia datang dari syech azhar, itulah segalanya. Atau karena kedudukan seseorang kita langsung menerimanya.

Oleh karena itu, media massa adalah sarana untuk berbagi dan sekaligus salah satu cara untuk bisa menguasai perkembangan dunia. Namu, tidak selamanya media massa memuat informasi yang akurat.

Kembali ke masalah niqab, yang menurut sebagian orang. Syech Sayyid Tantawi telah mengungkapkan pendapat yang menyalahi pendapat ulama terdahulu. Masih banyak ulama besar terdahulu yang berbicara masalah niqab ini; bahkan semua ulama madzhab menekakan untuk memakainya. Syafi'iyyah dan hanabilah berpendapat akan wajibnya memakai cadar, sedangkan hanafiyah dan malikiyah melihatnya bukan wajib tetapi sekedat sunnah muakkadah dengan catatan terhindar dari fitnah; kalau tidak aman dari fitnah mereka juga mewajibkannya. Begitulah pendapat para ulama-ulama madzhab tentang pemakaian niqab.

Di samping itu ada yang lebih ganjil. Fakta berbicara, pendapat tinggallah pendapat dan aplikasinya malah terbalik. Indonesia; Negara kita kebanyakan bermadzhab syafi'iyyah (mewajibkan niqab). Namaun kenyataannya, jangankan memakai niqab bajunya aja serba puntung. Dan Fakistan sebagai Negara yang bermadzhab Hanafi (tidak mewajibkan) tapi cadar malah mereka aplikasikan. Begitulah pemahaman yang beredar di masyarakat kita. Dan yang di sayangkan sikap sebagian orang yang terlalu cepat menyalahkan tanpa ada upaya untuk memastikan.

Adapun larangan memakai niqab; yang secara langsung difatwakan syech al-azhar bukanlah secara mutlak. Dan siapa yang memakai akan dipulangkan. Justru peraturan tersebut hanya untuk siswa/i atau mahasiswa/i azhar. Juga pelarangannya tidak disemua tempat. Adapun tempat yang dimaksud adalah, di dalam ruangan (ketika muhadharah) dengan syarat pemateri adalah dukturah dan tidak ada laki-laki satupun. Begitu juga waktu imtihan. Kedua, ketika di kamar atau di asrama. Selain da tempat yang sisebutkan, syech al-azhar tidak melarang bahkan malah memberikan keleluasaan untuk memilih.

Hal ini sebatas antisifasi dari pihak azhar. Dan semi keamanan proses belajar sekaligus menutup kemungkinan adanya penyusup masuk ke ruangan belajar atau ke asramah putri.

Dari sini, kita dapat menjawab pertanyaan di atas. Yang salah adalah kita, karena tidak berupaya mencari informasi yang akurat. Dan hanya mengandalkan omongan dan ocehan orang yang tidak suka dengan agama. Dan untuk kedepan, moga kamu muslimin khususnya lebih cermat menyikapi suatu masalah.

Al-quran telah memperingatkan kita agat lebih teliti menerima sesuatu dan tidak, sebagaimana firman Allah saw dalam surah al-hujurat:

ياأيها الذين أمنوا إن جاءكم فاسق بنبإ فتبينوا...

Demikianlah al-Quran mengajari kita. Dan niqab adalah anjuran agama bukan bawaan atau tradisi orang arab belaka sebagaimana dilontarkan sebgian kalangan.

Wallahu'alam bi ash-shawab

Kairo, 26- 10- 09

Sufrin Effendi Lubis
Selengkapnya