Kamis, 26 November 2009

“CINTAKU DI 80 CORET”

Pagi nan mendung. Bulu kuduk berdiri merinding kedinginan. Padahal masih musim panas. Cuaca hari ini mengelabui penduduk kota. Selama tiga bulan lebih putaran kipas angin dan AC berkecepatan tinggi non stop di hampir semua rumah. Peralihan musim panas ke musim dingin ternyata bak jarum es menusuk sukma. Pagi ini, keperawanan kota Cairo masih terjaga karena belum dijamah oleh keributan dan macet di setiap ruas jalan. Aura ketenangan terpancar di sana-sini. Bukan penduduk mesir saja, bahkan mahasiswa-mahasiswa pendatang dari seluruh belahan bumi masih asyik dalam buaian mimpi.
Beda halnya dengan Nanda, semenjak kemarin sore mukanya seolah dipenuhi masalah. Seperti pemilik kedai melihat piutang yang menumpuk dipenghujung bulan, barang dagangan tak tersisa sedikitpun. Makan dan tidur terabaikan begitu saja. Posisinya masih seperti 15 jam yang lalu. Tas tergeletak di samping pintu kamar, dan sekujur tubuh bagaikan pohon tumbang terkapar sia-sia menghadap loteng.
"Gimana, Bro, kok masih kayak udang di penggorengan aja, dari kemaren sore meringkuk terus?" Tanya Heri menyentakkan lamunan teman akrabnya.
Nanda masih dibungkus penyesalan. Kejadian semalam membuat Nanda linglung. Semalaman ia termenung dan meratapi kebodohannya.
"Udalah, Bro... Jangan terlalu dipikirin. kalau memang dia suka sama kamu, gak akan kemana. Pasti nanti ketemu lagi." Ungkap Heri menenangkan pikiran temannya yang lagi gundah gulana.
Setelah beberapa menit kemudian, Heri melihat sahabatnya ini memang belum bisa diganggu.
"Ya udah, kalau gitu aku pergi dulu. Jangan lupa makan. Cinta mah cinta, tapi jangan sampai makan juga lupa." Celetuk Heri sebelum berlalu.
"Kamu pandainya ngomong doang." Jawab Nanda dalam hati .
Pinta Heri agar makan seolah angin yang muncul dari selokan rumah makan; bau dan dipaksa agar menyumbat hidung. Pikirannya justru makin tak normal. Jadwalnya masak pagi ini telah Heri gantikan. Karena menunggu Nanda masak sama saja menunggu emas turun dari langit. Cinta memang bisa mengubah yang waras menjadi tidak waras. Apalagi yang awalnya tidak waras..?
"Coba kemarin aku pastiin. Apa dia benar suka sama aku..? nomor Handphonennya kuminta. Agghhhh…" sesalnya dalam hati.
Fatimah.. begitulah teman-temanya memanggil. Gadis Malaysia yang sekarang duduk ditingkat akhir syariah islamiyah ini.
Pikirannya melayang menembus dinding rumah. Badannya seolah ada di Bus 80 coret. Pertemuannya dengan Fatimah semalam, rasanya baru semenit yang lalu.
***
"Heri, teman kamu kemana?" tanya Jamal ingin tahu dengan dialek melayunya yang khas.
"Nah..kebetulan banget nih, Mal." Sambut Heri sambil mendekap bahu Jamal.
"Kamu kan satu daerah sama Fatimah.” Lanjutnya menodong. “Dan si Nanda, temanku itu sudah terjerat cintanya Fatimah."
"Hah..?” mulut Jamal menganga saking kagetnya. “Jadi..,” Jamal menerka-nerka, menggantung kalimat. “Ah, nggak mungkin, Her. Masa Fatimah jatuh cinta sama Nanda..? ana gak percaya." Sanggah Jamal setengah shock.
"Lagian mereka ketemu dimana, Her..?" selidiknya.
"Agghhhh… kamu payah bangat sih. Ketemunya di bis 80 coret.” Jawabnya singkat. “Kamu bisa bantu nggak..?" tanya Heri memastikan.
"Ha ha ha…" tawa jamal meledak. "80 coret..?" ulangnya dengan nada meledek Heri.
"Eeh…, kok kamu malah ketawa, Mal? Asal kamu tau yah, presiden Amerika, Barack Obama ketemu istrinya juga di Bus 80 Coret. Presiden Libya juga, ketemu sama istrinya di Bus 3 Jim, pas mau ke Hay Asyir." Ceramahnya berapi-api meyakinkan Jamal.
"Ha… ha… ha… ngawur kamu tuh, Her." Ketawanya Jamal makin menjadi-jadi.
“Kita duduk aja dulu. Bising.” Ajak Jamal sambil berjalan ke taman depan Fakultas Syariah Islamiyah. Merekapun berjalan menuju tempat duduk yang berbentuk bundar mengelilingi pohon hias di pinggir jalan kampus tersebut. Maklum, musim panas begini semua serasa membakar. Belum lagi orang mesir ngobrolnya kayak lagi orasi. Dua orang yang ngobrol tapi suaranya kayak seperti puluhan orang yang lagi demonstrasi, bikin suasana hati semakin mendidih.
"Ana juga gak tau gimana pastinya, Her." Ungkap Jamal mengawali perbincangan mereka.
"Cuman, sejak kemaren. Si Fatimah juga dengarnya lagi jatuh cinta gitu. Tapi aku kirain sama Bang Fadhli, yang sekarang baru masuk tamhidi S2 di Zamalek."
"Siapa..?" tanyak Heri kaget dengan mata melotot.
"Fadhli, beliau dari Kedah juga. Satu daerah juga dengan Fathimah. Tapi nggak tau lah, Her."
"Waduh, kalau sampe yang kamu bilang benar, bisa gawat nih." Komentar Heri sambil megang kepalanya. "Habis, mulai dari kemaren Nanda gak keluar dari rumah tuh."
"Kenapa?" Tanya Jamal ingin tahu, memfokuskan pandangannya tepat di mulut Heri.
"Itulah yang tidak bisa kujelaskan,” ujarnya pasrah sembari menarik nafas dalam-dalam. Tapi kalau ditanya, Nanda hanya bilang "Fathimah itu benar gak, Her suka sama Aku?"
Jamal terdiam. Pandangannya kembali ia palingkan ke arah pintu utama Fakultas Syariah Islamiyah. Matanya sambil melihat ulah konyol orang Mesir yang lagi perang urat syaraf dengan omongan yang tidak dimengerti.
Sedangkan Heri masih belum percaya dengan cerita Jamal tadi. Dia teringat sama Fadhli, seniornya Fathimah.
"Apakah itu benar?" bisiknya dalam hati. "Ahg…, moga saja tidak.” Lanjutnya membatin.
"Her, tengok orang mesir tuh.” Serunya sambil menunjuk. “Semuannya kayak anak-anak. Padahal jenggotnya lebat gitu."
Heri terbangun dari lamunannya. Setelah pikirannya melayang memikirkan keberadaan sahabat dekatnya, Nanda.
"Tapi aku yakin. Syaikh Ali Jum’ah dulu gak seperti mereka itu." Celoteh Heri ikut-ikutan menonton ulah mahasiswa Mesir tersebut.
"Ha ha ha…" tawa mereka pecah.
"Aku duluan yah, Her. Mau muhadharah dulu. Kamu masuk nggak..?" tanyanya dengan nada mengajak.
"Memang maddah apa, Mal…? Fiqh Maudhu'i yah..?"
"Yup! Ikutan nggak…?” Godanya.
Heri terdiam sebentar. "Aku gak masuk, Mal. Mau langsung pulang aja." Jawabnya sekenannya.
"Dasar! Malas terus." balasnya enteng sambil berlalu. Heri tersenyum kecut, matanya mengikuti kaki jamal menaiki anak tangga satu persatu.
****
"'Ala gambak ya asthoh…" pinta Nanda ke pak supir. Kemudian dia turun dan langsung menuju Mesjid al-Faruq, Musallas yang terkenal dengan cat merahnya.
"Alhamdulillah, akhirnya sampai juga." Bisiknya dalam hati diikuti senyuman yang mengembang di sudut bibirnya.
Nanda pun langsung menuju tempat wudlu yang ada di samping kanan mesjid. Setelah selesai berwudlu, Nanda masuk ke mesjid dan langsung masuk ke shaf jama'ah yang lagi shalat. Namun, dia tidak mendapat jama'ah kecuali satu rakaat lagi.
Sebenarnya musim panas begini, kalau bukan karena perlu sekali orang nggak akan keluar rumah. Pagi tadi dinginnya sangat luar biasa, tapi sore ini panasnya serasa membakar sekujur tubuh. Kalau hanya kebutuhan biasa, biasanya orang menunda dulu sampai panasnya redup karena tidak tahan dengan sengatan panas mentari. Nanda tetap ingin bertemu denan Fathimah. Gadis yang membuatnya tidak bisa tidur semalaman. Gadis itu tinggal di daerah Musallas dan Ia tinggal di Suk Madrasah, daerah setelah Musallas. Panasnya matahari tidak lagi ia hiraukan. Demi cinta yang belum pasti. Seteleh selesai shalat Ashar, Nanda melemparkan pandangannya kesudut kiri mesjid dan berhenti di pintu masuk mesjid sebelah kiri. Dia melihat bayangan seorang akhwat lewat di depan pintu mesjid.
"Fathimah…?" Panggilnya sambil beranjak dari tempat duduknya dan mempercepat langkah untuk menyusul. Jantungnya berdegup lima kali lebih cepat dari biasanya. Setelah sampai ke pintu, bayangannyapun tak tersisa. Nanda terdiam. Keinginannya yang besar untuk bertemu Fathimah sore ini membuatnya berhalusinasi.
“Aku belum siap mendengar jawaban dari Fathimah, kalau ternyata perkataannya kemarin itu tak lebih dari canda dan persahabatan.” Nurani dan keinginannya beradu, antara pulang dan lanjut ketemu Fathimah. Bimbang menguasai hatinya. Akhirnya, keinginannya untuk ketemu Fathimah sore ini dibatalkan. Berhubung cuaca kurang bersahabat. Maklum, lagi peralihan musim. Juga karena ketidaksiapan Nanda jika menerima kemungkinan terburuk dari keputusan Fathimah.
Setelah 30 menit sabar melewati jalan raya Cairo yang macet total dari Musallas ke Sabi', akhirnya penderitaan tersebut berakhir. Sempit dan bau yang bermacam-macam di bus hilang seketika melihat kehadiran Fathimah di depan pelupuk matanya, yang baru saja naik di mahattoh Hay Tsamin, tepat dimana mereka ketemu kemarin dan juga sebelum-sebelumnya, pertemuan yang tidak pernah dijanjikan. Mereka berdua saling pandang. Nanda salah tingkah, mau mendekat malu dan grogi. Karena Fathimah bersama temannya, Rahma melihat gerak geriknya.
"Dasar cinta." Celetuk Rahma geli melihat tingkah keduanya.
Nanda keringat dingin. Apalagi melihat Fathimah mendekat ke arahnya. Ia nggak habis pikir, gadis melayu setahunya adalah pemalu. Tapi, semuanya dapat berubah seketika.
"Abang..," panggil Fathimah lembut seraya mengulurkan sepucuk surat ke tangan Nanda. "Adik tunggu balasannya." lanjutnya dengan sesungging senyum manis di bibirnya yang tipis.
Nanda meraihnya dengan tangan gemetar. Keringat dingin meluap dari pori-pori kulitnya. Dimasukkannya surat beramplop biru dengan motif bunga menghias pinggirnya ke tas lusuhnya. Ada perasaan tak sabar ingin segera membacanya.
“Dek Fathimah mau ke masjid Azhar yah?” tanyanya memecah bola kesunyian yang mengepung mereka. Dan kebetulan bis 80 coret yang lagi mereka tumpangi sekarang sepi penumpang. Fathimah hanya menganngguk seraya tersenyum, membuat hati Nanda kebat-kebit melihatnya. Kebiasaan Fathimah dan kebanyakan mahasiswa Malaysia sangat suka talaqqi di masjid Azhar selepas jam-jam kuliah. Mendengarkan kuliah-kuliah agama dari Syaikh-Syaikh Azhar yang tidak diragukan lagi kapabilitasnya.
“Abang mau ke Azhar juga ya atau mau kuliah?” Fathimah balik nanya. Membuat Nanda kelabakan.
“Oh, iya. Abang mau ke masjid Azhar juga. Hari ini abang tak ada maddah.” Jawabnya cepat. Padahal tadi ia naik bis ini dari Hay ‘Asyir tanpa planning apapun selain hanya untuk menghibur hatinya yang sedang gundah-gulana. Gak tahunya berjodoh lagi se-bis dengan Fathimah, gadis pujaannya. “Apa ini artinya jodoh?” Nanda membatin, tapi sudut bibirnya tersenyum dalam harap. Dan jauh di lubuk hatinya ia berdoa agar bis ini tidak segera sampai ke Darrosah. Ingin rasanya menghabiskan seluruh masa dalam perjalanan di bis 80 coret dengan orang yang dicinta meskipun dibalut diam dan kebisuan.
***
Nanda buru-buru pulang ke flat. Sepucuk surat dari Fathimah telah menjadi jawaban dari kerisauannya selama ini. Tempat jualan ayam di depan flat yang baunya minta ampun, tiba-tiba berubah menjadi parfum casablanca yang menerobos dinding hidung mancungnya. Perutnya yang dari kemaren sore belum diisi apa-apa langsung kenyang. Seringnya dia bertemu dengan Fathimah di bis 80 coret telah menumbuhkan bibit cinta di hatinya walaupun mereka jarang bertegur sapa. Fathimah yang selalu menyempatkan waktunya untuk talaqqi di mesjid Azhar sepulang kuliah, hampir selalu bertemu dengan Nanda di bis 80 coret, karena jam masuk kuliah Nanda sore hari bertepatan dengan jam-jam berakhirnya mata kuliah di kuliah banat. Tempat pertemuan mereka di mahattoh Awwal Sabi’, depan kuliah banat dan berakhir di mahatoh Darrasah, dekat kuliah banin dan masjid Azhar.
Tanpa salam, Nanda langsung masuk kamar dan menutup pintu dengan rapat. Heri dirundung rasa bingung. Kejengkelannya terhadap teman akrabnya ini makin menjadi-jadi setelah melihat sikapnya yang menyebalkan.
"Gara-gara Fathimah, semua jadi berantakan gini." Umpatnya dalam hati.
Nanda gemetar dan takut membuka surat Fathimah ini. Tangannya seakan kesentrum listrik, lidahnyapun kaku dan matanya terfokus ke sebaris tulisan di sampul luar. By: Fathimah binti Sulaiman. Dimulainya membaca dengan penuh penghayatan.
Salam untuk, Abang.
Sesunguhnya berat bagiku sebagai gadis melayu untuk menggores di selembar kertas putih ini. Namun, Adik juga tak dapat menyimpan rasa ini. Apalagi sampai membohongi perasaan ke Abang. Adik tak bisa menulis surat cinta; moga coretan pendek ini abang faham. Semuanya adik tuangkan dalam puisi ini.
Cinta.., memang aneh dan gila, asinnya garam, manis seketika.
Cinta.., aku melayang di alam mimpi, membuat semuanya menjadi indah dan sejuk.
Cinta.., jangan menjauh dariku, silahkan mendekat kepadaku.
By: Fathimah binti sulaiman
Nanda tenggelam dalam bingkai kata-kata Fathimah. Saking senangnya, hampir dia tidak bisa meneruskan bacaan ke paragraf selanjutnya. Ibarat seorang anak dikasih es krim setelah lama merengek. Bait demi bait ia fahami dan hampir semua isi surat telah Nanda hafal. Setelah selesai membaca surat tersebut, Nanda seakan berasa di syurga dunia. Jiwanya dipenuhi bunga-bunga cinta. Semua menjadi sejuk dan indah. Ternyata Fathimah memang juga mencintainya.
Sejurus kemudian, Nanda mengambil kertas dan pulpen yang ada di atas meja belajar. Dengan gamang, Nanda berusaha merangkai huruf demi huruf menjadi kata, kata demi kata menjadi sebuah kalimat yang mengandung makna cinta yang dalam. Nanda benar-benar fokus stadium akhir dalam menulis surat ini. Sudah lama dia tidak menulis surat seserius ini. Apalagi setelah berkembangnya teknologi. Orang-orang saling merayu dan menggombal via chating atau SMS. Tapi, mereka kembali seperti zaman dulu. Dengan secarik kertas yang penuh dengan bumbu-bumbu cinta. Nanda dan Fathimah memulai menjalin cinta. Jari-jari Nanda menari-mari dalam merangkai kalimat yang penuh dengan cinta yang tulus.
Bermacam umpatan dan celetukan dari ruangan tengah dia abaikan. Kejengkelan Heri pun menjadi-jadi. Akhirnya Heri capek sendiri. Dengan terpaksa, dia membereskan ruangan yang kelihatan kumuh dan kotor. Heri habis akal, dan omelannya dicuekin temannya begutu saja. Tapi, memang yang dia tau Nanda lagi tidak stabil karena cintanya ke Fathimah, gadis Malaysia itu.
Wa'alaikum salam buat Adinda
Inginku naik ke gunung Uhud, tuk' memberitahukan pada dunia akan kebahagiaanku. Orang yang ku tak sangka telah menjeratku ke dalam mahligai cinta. Pertemuan kita di Bus 80 coret sungguh sangat bersejarah. Membuatku betah hidup di negeri Kinanah.
Adinda Fathimah…
Bahagiaku tiada tara..,Terobati sudah gundah gulana yang sempat merasuki dada dan jiwa. Sepucuk surat adinda, telah melebur kegelisahan jiwa abanganda.
Ingin kukatakan, arti cinta kepada dirimu dinda
Agar kau mengerti, arti sesungguhnya
Tak akan terlena dan terbawa alunan bunga asmara
Yang kan membuat dirimu sengsara
Cinta suci luar biasa, rahmat sang pencipta
Kepada semua hamba-hambanya
Jangan pernah kau berpaling dari cinta
Cinta dari sang maha pencipta
Kau pasti tergoda
Terimakasihku padamu 80 coret.
By: Nanda Ahmad
Nanda melipat surat balasannya hati-hati, dimasukkannya ke dalam amplop berwarna biru langit, secerah nuansa hatinya saat ini akan masa depan cintanya. Dan besok sore ia akan memberikan surat itu buat orang yang telah mencuri hatinya di tengah-tengah sempit dan sumpeknya 80 coret. Bus idaman Masisir (Mahasiswa Indonesia di Mesir) karena rutenya adalah daerah-daerah tempat tinggal, pusat organisasi dan tempat kuliah kebanyakan Masisir. Bus 80 coret telah “mencopet” hatinya. Tak sabar rasanya menunggu esok tiba. Nanda pun tertidur dalam balutan mimpi indah.
Sufrin Efendi Lubis
Selengkapnya

Kamis, 29 Oktober 2009

CONTOH ABSTRAK

SUFRIN EFENDI. Nilai-Nilai Pendidikan Dalam Proses Pengharaman Khamr. Skripsi. Depok: Fakultas Tarbiyah Jurusan Kependidikan Islam Sekolah Tinggi Al-QUDWAH. Agustus, 2008.

Penelitian ini penulis fokuskan pada nilai-nilai pendidikan yang dapat diambil dari proses pengharaman khamr. Yaitu pelajaran yang sangat berharga bagi orang-orang yang benar-benar menjadikan al-Quran sebagai tuntunan hidup dan sebagai penerang ketika berada dikegelapan. Di mana kejadian yang ditujukan kepada para sahabat beberapa abad yang silam, masih tetap mengandung nilai luhur yang dapat kita jadikan rujukan di masa kini.
Tujuan penelitian ini adalah mengkaji aspek pendidikan yang terdapat di dalam proses pengharaman khamr. Adapun aspek pendidikan yang dimaksud adalah bagaimana Allah SWT begitu memperhatikan kesiapan, kemampuan, ketepatan waktu serta penyesuaian untuk menetapka suatu hukum kepada hamba-Nya. Aspek pendidikan yang terkandung dalam proses pengharaman khamr tersebut sangat besar nilainya dan bahkan melebihi aspek lainnya, serta menggambarkan rangkaian peristiwa yang menjadi cermin atau bukti nyata dari fitrah manuisa. Dan yang lebih menarik lagi nilai yang akan penulis ungkapkan di sini adalah nilai yang berdasarkan proses pengharaman khamr tersebut sekaligus dikaitkan dengan firman Allah yang sesuai dengan tahapan-tahapn tertentu.
Penelitian ini akan memberikan kepada pembaca pemahaman tentang hakikit kandungan al-Qur’an yang begitu memperhatikan kemaslahatan umat manusia, serta bagaimana menyikapi keadaan manusia yang mempunyai karakter yang berbeda-beda.
Pendidikan dalam proses pengharaman khamr tersebut adalah pendidikan yang sangat realistis dan sangat mudah dijangkau akal sehat manusia. Ini dapat kita lihat dari berbagai peristiwa dan kejadian yang digambarkan al-Qur’an dalam pengharamannya. Mengambil ibrah (pelajaran) yang terdapat di dalamnya merupakan tugas dan kewajiban setiap muslim. Hendaknya setelah mengkaji dan memahami setiap kejadian dalam proses pengharaman khamr tersebut pemahaman kita tentang kandungan al-Qur’an semakin meningkat dan menumbuhkan jiwa yang menjadikan al-Qur’an sebagai sumber awal dalam pendidikan, dan ketaatan yang semakin hari semakin meningkat kepada-Nya.
Penelitian ini penulis lakukan dengan berpegang pada referensi-referensi yang tepercaya. Penulis tidak hanya berpegang pada karangan sejarawan-sejarawan klasik, akan tetapi penulis juga menyertakan pendapat para ahli pendidikan dimasa kini dan karang-karangan sejarawan kontemporer lainnya.



KATA PENGANTAR

بسم الله الرحمن الرحيم

Puji dan syukur kepada Allah SWT, Tuhan semesta alam. Karena curahan rahmat, hidayah serta ’inayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini, serta memudahkan penulis dalam menyusunnya. Walaupun masih banyak kekurangan di sana sini. Hanya untuk Dialah segala puji dan syukur, mulai dari zaman nabi Adam sampai di kemudian hari tentunya.
Shalawat dan salam senantiasa dilimpahkan kepada Rasulullah SAW. Beliau telah mendidik dan mengajari menusia untuk mengenal Tuhannya. Dan membimbing mereka menuju agama yang diridhai-Nya serta menunjukkan jalan untuk mendekatkan diri kepada-Nya. Beliau adalah sosok seorang pendidik yang tidak ada tandingannya sampai kapanpun.

Adapun tujuan dari penulisan ini adalah sebagai syarat kelulusan program strata satu (S-I) pada Sekolah Tinggi Agama Islam al-Qudwah Dopok Fakultas Tarbiyah.
Skripsi ini berjudul “NILAI-NILAI PENDIDIKAN DALAM PROSES PENGHARAMAN KHAMR”. Membahas tentang bagaimana metode pendidikan yang di gunakan Allah SWT melalui ayat-ayat yang terkait dengan pengharaman khamr. Secara rinci penulis mencoba mengupas tentang sifat-sifat manusia dan karakter-karakter bawaannya. Dan peristiwa yang merupakan cerminan ketaaan, yang terdapat di dalam proses pengharaman tersebut.

Penulis juga menguraikan metode pendidikan yang sesuai dengan al-Qu’an dan tentunya sejalan dengan kemampuan manusia. Juga menjelaskan peran al-Qur’an di dalam proses pendidikan dan sekaligus menjadi bekal yang tepat bagi para pendidik untuk menemukan cara-cara yang sesuai dalam menanamkan nilai pendidikan kepada peserta didik.
Di samping itu, penulis juga mengucapkan banyak terima kasih kepada:
1. Ketua Yayasan Al-Qudwah Bapak Amang Syafrudin Lc. M.A;
2. Ketua STAI Al-Qudwah Ibu Nur Hamidah Lc. M.A;
3. Ketua Jurusan Tarbiyah Bapak Anwar Nasihin Lc;
4. Direktur Ma'had Aly An-Nu'aimi Bapak Bakrun Syafi'I Yahya M.A;
5. Juga Bapak Bakrun Syafi'I Yahya M.A selaku pembimbing pertama. Yang dengan sabar membimbing penulis dalam penulisan skripsi ini. Ia memberikan arahan dan petunjuk kepada penulis selama menyusun skripsi ini; dan Bapak Shofwan Abbas, M.A, selaku pembimbing kedua. Beliau telah memberikan bimbingan dan arahan yang besar selama proses penulisan skripsi ini;
6. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada para dosen yang telah mendidik dan mengajari penulis serta pihak-pihak yang memiliki kontribusi dalam keilmuan penulis, walaupun tidak penulis sebutkan nama mereka satu persatu, namun tidak mengurangi rasa bangga serta terima kasih kepada mereka.
7. Perpustakaan UNP Padang dan IAIN Padang, terutama petugas perpustakaan yang memudahkan penulis untuk masuk keperpustakaan tersebut untuk dapat mencari rujukan dalam penulisan;
8. Perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta;
9. Teman-teman satu jurusan yang telah memberikan doa dan dukungan kepada penulis; dan
10. Semua pihak yang telah memberikan dorongan, dukungan serta kontribusi dalam proses penulisan skripsi ini, terlebih teman yang di UIN Jakarta yang membantu di dalam pencarian bahan rujukan.
Penulis tidak menganggap sempurna skripsi ini serta bersih dari kekurangan dan kekeliruan. Penulis menyadari akan adanya kekurangan dalam skripsi ini. Oleh karena itu, saran dan kritik yang konstuktif sangat penulis harapkan dari pembaca.
Penulis berdoa semoga Allah SWT membalas apa yang telah penulis lakukan dan korbankan dalam proses penulisan skripsi ini. Semoga Allah SWT menghitungnya sebagai amal saleh.


Ciputat, 03, agustus, 2008

Sufrin Efendi Lubis
Selengkapnya

SAUDARAKU, MAAF AKU GAGAL..!

Jasa adalah salah satu mahasiswa al-Azhar dari Indonesia. Pagi ini dia merasa orang yang paling merugi di antara teman-teman seangkatannya. Banyak waktu dan kesempatan yang sudah ia lalui, tapi evaluasi demi evaluasi ia lakukan ternyata tidak memberikan hasil yang positif.
Ia dikagetkan suara jam weker yang begitu nyaring memenuhi kamar. “ Masya Allah…” keluhnya. Ternyata sudah pukul 06.30 dan dia belum sholat Shubuh. Buru-buru Jasa ke tempat wudhu’ yang kebetulan di samping kamarnya. Imaroh Jasa mempunyai kelebihan yang tidak didapatkan di imaroh-imaroh lain. Tempat yang begitu strategis untuk beribadah, Bagian belakang gedung berpapasan dengan masjid, Kapan saja air hangat selalu tersedia. Bikin semua orang yang tinggal di imaroh ini jadi nggak perlu fikir panjang mau ke kamar mandi karena dinginnya air.
Setelah melaksanakan shalat Shubuh, Dia duduk di ujung kasurnya, Menyandarkan tubuhnya ke dinding sambil menerawang masa-masanya di Cairo yang sudah masuk tahun ketiga. Di sudut sebelah kanan kamar, Roni temannya dari Sulawesi masih tidur lelap, dan Roni tidak segan-segan meninggalkan sholat. Dia mau sholat kalau lagi mood. Benar-benar aneh bagi orang normal, seorang mahasiswa al-Azhar meninggalkan shalat, tapi itulah kenyataannya. Nama al-Azhar tidak lebih hanya sebagai simbol yang selalu tampil menipu wujud aslinya. Al-Azhar pasti menangis ketika orang-orang seperti ini menjadi tanggungannya.
Kesedihan telah merasuki wajah Jasa. Tapi dia juga heran, kok dengan spontan rasa sedih merasuki hatinya, dan kaku melihat sudut-sudut kamarnya yang sangat berantakan karena ulah sinting mereka, sampai dinding kamarpun masih merasa bising dengan tawa lepas mereka semalam.
Dia merasa tidak nyaman, pikirannya kacau balau dan matanya masih liar seperti mencari sesuatu. Jasa melihat alangkah tidak pantasnya mereka disebut sebagai duta bangsa, tapi walau bagaimanapun mereka adalah orang-orang terbaik bangsa Indonesia, lulus seleksi DEPAG dan seleksi KEDUBES Mesir. “Tapi, kami di sini santai, dan hura-hura adalah bunga hari-hari kami. Jauh dari keseriusan, masa depan seakan suram. Ya, Allah, berilah kesadaran kepada kami.” Desisnya dalam hati.
“Kenapa, Sa,” tanya Saiful, teman satu kamar yang dari tadi mengamati tingkah lakunya. Jasa hanya menggelengkan kepala sembari memamerkan senyum kamuflase.
“Dingin, ya..?” Jasa balik nanya tanpa gairah sembari melihat kesibukan Saiful memakai Jaket tebalnya lagi.
“Iya neeh, Sa.., karna pagi ini suhu dingin Sampai 12 Derajat Celcius.”
Jasa mengenakan kaus kakinya yang tadi dibuka karena berwudhu’. Dia masih cuek mendengarkan keluhan Saiful.
Mata Jasa masih sibuk, melihat sudut-sudut kamarnya. Pikirannya semakin tidak terarah. Tiba-tiba matanya berhenti ketika melihat kopernya yang masih baru, karena memang jarang dipakai. Koper yang terletak di atas lemari itu pun diambil kemudian membukanya. Tangannyapun membolak balik lipatan baju yang masih tersisa di dalam koper, dan tanganya terhenti melihat sepucuk surat yang masih terlipat utuh . Jasa memutar-mutar ingatannya.
“Ini surat siapa…?” tanyanya dalam hati. Jasa pun langsung membuka surat tersebut. Dan sejurus kemudian aura muka Jasa memerah karena menahan rasa perih di hatinya dan malu atas tingkah lakunya selama ini. Sepucuk surat ini adalah kenang-kenangan yang tersisah dari temanya Fadhilah, di samping ada juga jaket LDK STMI yang sampai sekarang masih sering dipakainya. Dengan perlahan dibacanya surat itu dalam hati.

بسم الله الرحمن الرحيم
Jakarta, 26 Desember 2006

Syukur kepada Allah SWT, dengan kekuasa-Nya kita bertemu dalam ikatan ukhuwah yang mengikat hati-hati kita dengan da’wah. Shalawat dan Salam kepada Rasulullah SAW, kepada keluarga dan shahabatnya.
Akhi… ana bingung harus berkata apa kepada antum, ana mau nulis juga bingung mau nulis apa…
Seperti antum bilang, tidak ada perpisahan tapi yang ada hanyalah sebuah pertemuan terbaik dari Allah. Kalaupun tidak di Dunia, insya Allah pertemuan terbaik di Syurga.
Akh… kurang lebih 3 bulan (belum lama) kita berinteraksi, banyak hal luar biasa yang ana dapat dari antum. Semuanya sarat dengan makna ukhuwah.
Akhi… jujur, ana merasa akan kehilangan antum, seperti ana bilang antum itu “unik”. Itu yang membuat ana kagum dengan antum. Antum adalah orang yang pertama ana temukan, unik dan sangat unik.
Di satu sisi, ana iri melihat antum, sungguh iri akhi…, tapi, bukan iri dengki dan benci.
Antum hafizh Quran……
Ana kagum dengan tahajjud antum yang rutin…
Bacaan antum ketika kita qiyamullail di Romadhon kemaren ala Musyari Rasyid, yang mencucurkan air mata…
Jamah menyanjungmu…
Dan yang paling ana herankan dan membuat semakin unik, antum pecinta sinetron. Apalagi kalau Sinetron Melati dan Yasmin yang lagi digemari anak-anak remaja.
Akhi, ana bingung harus nulis apa lagi, baru kali ini ana merasa akan kehilangan ketika harus berpisah dengan ikhwah. Ada perasaan takut dan kekosongan pada diri ana, ana yakin itu pula perasaan yang ada di hati semua jamaah NURIS.
Akhi…, jangan lupakan kami dalam setiap doa qiyamullail antum. Rindukan kami dalam setiap perasaan rindu antum. Ingat kami sebagai salah satu kenangan terindah bagi antum.
Selamat berjuang akhi, Insya Allah kita akan bertemu di tempat sebaik-baiknya kita bertemu. Mohon maaf atas segala khilaf.

Akhukum fillah
Fadhillah

Air matanya meleleh ketika membaca bait-bait surat temannya yang jauh di seberang sana, bagai halilintar yang sekonyong-konyong menerpa pohon kelapa di siang bolong, tanpa rasa iba dengan buah kelapa yang berguguran di sana-sini. Jasa pun menagis sekerasnya, dan mengeluarkan segala kegundahannya. Roni bangun dan terkaget-kaget atas sikap Jasa yang sudah membangunkannya dari tidur.
Bukan rahasia umum bagi mesisir khususnya; di tahun pertama luapan semagat memenuhi seluruh tubuh; maunya semua yang berbau keilmuan ingin rasanya ia harungi dan ikut serta di situ. Tapi, semangat yang sampai ke ubun-ubun ini tidak bertahan lama, di balik semua itu terdapat tingakah laku yang bertolak belakang dengan masa-masa mulanya di Bumi Kinanah ini. Jasa salah satu korbannya. Dia tidak ubanhnya seperti katak dalam tempurung, setelah dilepas kelingkungan yang lebih menggiurkan, iman yang belum bias jaminan kebahagiaan itu luluh dan terikut ikut. Hari-harinya di cairo hanya di kamar, math’am; kamar lalu ke math’am. Sungguh menyedihkan..! Bukankah jasa salah satu mahasiswa yang aktik meramaikan pengajian di Azhar..? Bukankah dia salah satu peserta tahsih yang dibimbing Syech Asyraf..? tapi nyatanya, di tahun kedua semuanya sirnah ditelan ajakan teman-temannya. Mengingat-ingat ini semua, jasa tidah bias munguasai dirim tangisan pun ia lepaskan sesukanya.
“Lho… lho… lho… kamu kenapa, Sa …?! Kok tiba-tiba kayak orang kesetanan?” Cemooh Roni. Jasa tetap menangis dengan keras, dia tidak menghiraukan comoohan Roni. Jasa teringat hari-harinya menjelang keberangkatannya ke Cairo, sudah dua tahun ia tinggalkan Indonesia, tapi ilmu yang di dapat belum seberapa, seketika badan terasa lemas, tidak berdaya.
***
Musim dingin yang sungguh ganas, tidak mengenal perdamaian. Bintik-bintik kecil muncul di tubuh mungil anak Indonesia seperti cendawan yang tumbuh di musim penghujan; rasa gatal mengepung badan. Sudah pukul 09.00 tapi sang surya belum juga bisa mengalahkan dinginnya pagi kali ini; membuat siapa saja malas melangkahkan kaki ke kuliah. Jasa, Saiful dan Roni pun membisu tanpa suara, mereka saling bertatapan khususnya Roni tajam memandang Jasa, dia masih penasaran apa yang membuat Jasa seperti orang kesurupan tadi pagi.
“Aku kuliah dulu,” ungkap jasa menyibak kebisuan.
Saiful dan Roni masih belum mengerti apa yang terjadi dengan Jasa, perubahan yang sangat drastis yang membuat siapa saja bingung dengan ulahnya. Entah malaikat apa yang merasuki tubuhnya pagi ini hingga tiba-tiba dia ingin kuliah hari ini. Saiful dan Roni saling pandang penuh tanda tanya dan berakhir dengan kerutan di kening dan kedikan bahu dari masing-masing keduanya.
Jasa membuka lemarinya dan langsung meraih jaket pemberian temannya, Fadhilah. Matanya mencari-cari sesutau ke arah meja belajar yang berantakan dengan bekas rokok.
“Cari apa Sa..?” tanya Saiful memberanikan diri.
“Pulpen. Pulpen kamu mana, boleh minjam?”
“Itu, di laci paling bawah.” Sambil menunjukkan tangannya ke arah meja yang tidak jauh dari tempat tidurnya. Dengan segera jasa mencari dan mengambil pulpen tersebut.
“Sa, kamu kenapa, sih?” tanya Roni angkat bicara, dia tidak bisa lagi membendung rasa penasarannya.
“Gak ada, Akh.., aku nggak kenapa-napa. Aku pengen ke kuliah doang.” ungkap jasa berusaha memahamkan temannya yang masih bingung dengan tindakannya yang tiba-tiba. “aku berangkat dulu ya, hampir telat nih.”
Jasa pergi dengan menyandang tas hitam di bahu kirinya dan tangan kanannya asyik membalik kaos kaki sambil sesekali dibantu tangan kiri; yang akan dipakainya di Mahaththoh sambil menunggu angkot.
“Aku harus ke kuliah hari ini, aku harus belajar! Harus..!” tekat jasa dalam hatinya. Jasa pun tidak harus menunggu lama-lama di Mahaththoh; sekitar 3 menit ia duduk di Halte depan bawwabah Buust putra, angkot jurusan Darrosah datang.
“Darrosah… Darrosah… Darrosah” ajak kernek angkot kecil ini dengan suaranya yang mengalahkan microphone. Jasa masuk beserta beberapa mahasiswa berkulit hitam. Belum sempat selesai jasa mengulang hafalannya satu halaman dari surah At-Taubah ala Musyari Rasyid, angkot yang dinaikipun sampai dan penumpang berturunan. Jasa langsung menuju kampus Islam tertua ini. Ada rasa malu, bimbang dan sedikit takut, tiba-tiba Jasa menghentikan langkahnya, sambil melihat ke kiri dan kanan.
“Sudah lama aku tidak ke sini..” gumamnya.
Dengan fikiran yang masih campur aduk antara masuk atau tidak, Jasa meneruskan langkahnya tanpa mau berlama-lama dengan kebimbangannya. Pintu gerbang Al-Azhar telah menghadangnya, dengan tiga syurthoh tinggi dan bertubuh kekar yang setia menanyai dan memeriksa kerneh mahasiswa yang mau masuk kuliah, termasuk Jasa.
“Ya Syaikh, Ain kerneh..?” tanya salah seorang syurthoh yang lagi duduk di samping pintu masuk kampus. Jasa pun gugup dan tidak bisa menjawab. Dia baru ingat, kalau mau ke kuliah harus bawa kerneh. Boro-boro bawa kerneh, Visa saja sudah dua tahun belum pernah diperpanjang. Jasa diam dan tidak menjawab. Bukan karena tidak faham apa yang diminta syurtoh, juga bukan karena tidak bisa menjawab; sekalipun Jasa nggak pernah masuk kuliah dua tahun terakhir ini, tapi kemampuan bahasa arabnya nggak bisa disepelekan.
“Indunesia.., ain kerneh..? Limazda lam tujib..?” bentak syurthoh yang berkumis tebal, membuat Jasa semakin mematung.
“Kholas, da’hu!, rubbama la yafham lughoh ‘arabiyah.” Ucap syurthoh yang tidak jauh berdiri dari Jasa menengahi situasi.
“Yalloooh, hus ya syaikh!” Perintah syurthoh si kumis tebal. Begitulah kebiasaan para syurthoh kampus ini, paling enak menakut-nakuti mahasiswa; apalagi mahasiswa Asia. Padahal mereka hanya becanda, tidak lebih.
Jasa pun buru-buru pergi, tawa para syurthoh yang mengiringi kepergiannya hilang seketika ditelan langkahnya yang terburu-buru menuju aula Fakultas Syari’ah syu’bah syari’ah Islamiyah. Jasa dikagetkan dengan ruangan yang kosong dan tempelan selembar kertas di pintu masuk sebelah kanan.
Untuk pekan ini, muhadhoroh tarikh tasyri’ tidak ada. Inti dari tempelan selembar kertas itu. Jasa lemas dan agak kecewa. Akhirnya dia pergi kelantai dua, aula syu’bah syariah wa qonun. Tanpa fikir panjang, Jasa masuk dan mengambil bangku urut dua dari depan yang berpapasan dengan dosen.
***
Aku pasti bisa!!! Jasa teringat dengan tekatnya dulu pada hari pertamanya kuliah. Dia terkesima, salut dan takjub melihat dosen favoritnya, DR. Saad, yang mengajar Fiqh Muqorin. Di samping bahasa pengantarnya jelas, tegas, juga DR. ini menyampaikan ceramah kuliahnya berdiri mulai dari awal sampai akhir. Ternyata DR. Saad yang dulu ia idolakan, sekarang ada di depannya. Sudah dua tahun ia tidak pernah masuk kuliah, ternyata DR. Saad tidak banyak berubah; masih tetap jadi dosen favoritnya.
Jasa sedikit terhibur akan suasana ini. Dia teringat semua teman-temannya yang membuat dia tertawa setengah mati, tepatmya dua tahun yang lalu di hari pertama kuliah. Teringat dengan salah satu temannya dari Mesir, ketika ditanya tentang rukun wudhu’ tapi jawabannya melenceng 99% karena menurutnya, rukun wudhu’ yang pertama adalah membasuh tangan. Membuat seisi kelasa menjadi geger. Begitu juga dengan temannya dari Nigeria, yang ditanya tentang tanggal lahirnya, lagi-lagi suasana kampus bising dipenuhi dengan tawa yang keluar sesukanya, karena jawabannya juga melenceng 100% dari yang diharapkan. Dan yang lebih aneh bin ajaib lagi, pertanyaan temannya yang sampai sekarang dia belum tahu pasti asal penanyak ini. “Bukankah ada dalam al-Quran, ketika ada perintah mendirikan shalat juga dibarengi dengan perintah mengeluarkan zakat yang diperantarai huruf waw. Pertanyaan saya, Duktur, Apakah setiap kita shalat juga harus mengeluarkan zakat, karena huruf waw sebagai pernyataan beserta?” Akhirnya, muhadhoroh ditutup dengan semprotan tawa kiri kanan memenuhi aula ini, dan jasa pun pulang menuju Madinatul Bu’ust Islamiayah.
Sesampainya di Bu’ust, jasa tidak langsung ke kamarnya. Jasa mengikuti arah langkahnya yang tanpa ia sadari menuju ke imaroh 18; imaroh tempat istidhofahnya dua tahun yang lalu. Dia ingin ketemu sama Ustaznya.
“Eh, jarang kelihatan, Sa..?” tanya beliau sumringah dengan kedatangan Jasa yang tiba-tiba ke kamarnya.
“Nggak, Ustaz, karena jarang aja kesini makanya Ustaz tak lihat ana,” jawab Jasa mengelak. Jasa melihat keadaan kamar Ustaznya ini tidak begitu jauh berbeda dengan dua tahun silam.
“Kok kamu kelihatan bingung, Sa..? lagi ada masalah yach..!
“Nggak, Ustaz,” jawabnya singkat. “begini Ustaz, menurut Ustaz ana pantas nggak kuliah di sini, apa ana pulang aja ke Indonesia..? Tanyanya sesaat, minta pendapat.
“Hehehe..., kamu ada-ada aja, Sa, sang ustaz balas meledek Jasa.
“Serius...! ana butuh pendapat, Ustaz,” ulang jasa meyakinkan Ustaznya.
“Ya.., kalau kamu mau pulang, nggak apa-apa. Ustaz juga bisa nitip.
Akhirnya keputusan Jasa untuk pulang ke tanah air sudah bulat. Dan dia tinggal menunggu kepastian pesanan tiket dari seniornya dulu di pondok, yang sekarang lagi ngambil S2 yang tinggal di Hay Asyir.
“Ternyata inilah hari terakhir jasa ke kuliah.” Ungkap saiful kepada teman-temannya ketika terdengar kabar Jasa tewas ditabrak mobil. “Kejadiannya saya tidak tahu pasti, tapi pas dia turun dari Bus 80 CORET, dengan secepat kilat TAXI menyambut kakinya. Tubuhnya terguling-guling.”

Sufrin Efendy Lubis
Selengkapnya

Rabu, 28 Oktober 2009

NiQaB...Islam atau Adat

Isu menabur dimana-mana. Sikap saling menyalahkanpun terus melebar. Ketidak dewasaan menaggapi suatu problem juga menumpangi para cendikiawan. Seolah permasalahan niqab (cadar) kayak masalah baru. Adu argumentasi dan ingin menang sendiri terjadi di sana-sini. Bahkan orang yang buta agamapun ikut berkomentar. Mereka memberikan pendapat, itu adalah liberal. Sementara di kelompok lain, ada yang mengatakan itu demi kemaslahatan. Semua seolah bebas melontarkan pendapat masing-masing, tanpa ada yang menghalangi. Tapi memang itulah kenyataanya. Ketika yang tak kenal agama berbicara tentang agama, dan orang yang tahu agama bersikap acuh tak acuh dan juga tak peduli. Bahkan mereka mengatas namakan ini sebagai hak asasi. Siapapun bebas berpendapat dan mengungkapkan kritikan dan sanggahan. Dan keadaan tersebut telah Nabi peringatkan beberapa abad yang silam, debagai indikasi ketipisan iman. Beliau menegaskan, bahwa Allah memanggil hamba-hamb-Nya yang benar faham agama; sehingga tidak ada yang tersisah melainkan orang yang lebih mementingkan peribadi dari pada hukum Allah. Sebagaimana Rasulullah membahasakannya:

...فأفتوا بغير علم فضلوا وأضلوا (الحديث)

"…merekan menfatwakan sesuatu tidak berdasarkan ilmu, kama mereka sesat juga menyesatkan"

Keluarnya fatwah Syech Azhar; Sayyid Tantawi tentang pelarangan memakai niqab (cadar) seolah telah mengguncang dunia. Berbagai kalangan memberikan pendapat tentang fatwa tersebut. Tidak di Negara Arab aja, tapi juga di Negara Asia sana seperti Indonesia; negara kita.

Layaknya sebagai pelajar. Sudah seharusnya kita lebih teliti menilai sesuatu. Tanpa melihat sumber opini tersebut. Akan tetapi, yang hak tetap yang hak, sekalipun keluar dari yang bukan Islam. Dan yang batil tetap batil, meskipun itu perkataan kiyai. Karena standar baik benar tersebut adalah Isalam bukan kedudukan juga bukan jabatan.

Kita telah diombang-ambing oleh media massa. Telah di-nina bobokkan media yang mengutamakan kepentingan sendiri. Bahkan sebagian kalangan menjadikannya sebagai momen untuk menyalakan api perpecahand di antara kaum muslimin. Yang lebih memprihatinkan banyak di antara kita tidak menyadari hal tersebut dan masih lebih memilih mereka orientalis dan liberalis (yang ingin merongrong agama dari luar dan dalam).

Informasi yang dipublikasikan media massa tidak semuanya benar dan pasti. Apalagi kebanya didomonasi orang-orang yang tidak ridha dengan agama ini. Jangan sampai kita yang tahu agama, juga linglung dikeramaian, yang seharusnya tidak patut; apalagi sebagai mahasiswa yang menuntut ilmu di universitas tertua dunia ini.

Syech Azhar bukanlah orang bodoh; yang kalau mengeluarkan suatu pendapat, tidak mempertimbangkan dampak negative dan positifnya. Beliau juga bukan orang yang tak pernah salah. Sehingga apa yang beliau katakana itulah segalanya dan menentangnya adalah suatu kekeliruan. Akan tetapi, semuanya berawal dari penyikapan kita. Bagaiman kita menerima informasi tersebut. Apakah beliau benar menfatwakan seperti itu, atau ada ini ulah oknum yang mengatasnamakan agama dan memanfaatkan untuk kepentigan sendiri..? yang salah siapa..? dan kalau memang benar demikian bagaiman seharusnya kita menyikapinya..?

Sesungguhnya beruntunglah orang yang menjadikan al-Quran sebagai pegangan. Kesalah pahaman juga pernah terjadi di masa Nabi dan Al-Quran telah meluruskannya dan memberikan peringatan agar kita lebih teliti dalam meneriam suatu informasi. Bukan karena dia datang dari syech azhar, itulah segalanya. Atau karena kedudukan seseorang kita langsung menerimanya.

Oleh karena itu, media massa adalah sarana untuk berbagi dan sekaligus salah satu cara untuk bisa menguasai perkembangan dunia. Namu, tidak selamanya media massa memuat informasi yang akurat.

Kembali ke masalah niqab, yang menurut sebagian orang. Syech Sayyid Tantawi telah mengungkapkan pendapat yang menyalahi pendapat ulama terdahulu. Masih banyak ulama besar terdahulu yang berbicara masalah niqab ini; bahkan semua ulama madzhab menekakan untuk memakainya. Syafi'iyyah dan hanabilah berpendapat akan wajibnya memakai cadar, sedangkan hanafiyah dan malikiyah melihatnya bukan wajib tetapi sekedat sunnah muakkadah dengan catatan terhindar dari fitnah; kalau tidak aman dari fitnah mereka juga mewajibkannya. Begitulah pendapat para ulama-ulama madzhab tentang pemakaian niqab.

Di samping itu ada yang lebih ganjil. Fakta berbicara, pendapat tinggallah pendapat dan aplikasinya malah terbalik. Indonesia; Negara kita kebanyakan bermadzhab syafi'iyyah (mewajibkan niqab). Namaun kenyataannya, jangankan memakai niqab bajunya aja serba puntung. Dan Fakistan sebagai Negara yang bermadzhab Hanafi (tidak mewajibkan) tapi cadar malah mereka aplikasikan. Begitulah pemahaman yang beredar di masyarakat kita. Dan yang di sayangkan sikap sebagian orang yang terlalu cepat menyalahkan tanpa ada upaya untuk memastikan.

Adapun larangan memakai niqab; yang secara langsung difatwakan syech al-azhar bukanlah secara mutlak. Dan siapa yang memakai akan dipulangkan. Justru peraturan tersebut hanya untuk siswa/i atau mahasiswa/i azhar. Juga pelarangannya tidak disemua tempat. Adapun tempat yang dimaksud adalah, di dalam ruangan (ketika muhadharah) dengan syarat pemateri adalah dukturah dan tidak ada laki-laki satupun. Begitu juga waktu imtihan. Kedua, ketika di kamar atau di asrama. Selain da tempat yang sisebutkan, syech al-azhar tidak melarang bahkan malah memberikan keleluasaan untuk memilih.

Hal ini sebatas antisifasi dari pihak azhar. Dan semi keamanan proses belajar sekaligus menutup kemungkinan adanya penyusup masuk ke ruangan belajar atau ke asramah putri.

Dari sini, kita dapat menjawab pertanyaan di atas. Yang salah adalah kita, karena tidak berupaya mencari informasi yang akurat. Dan hanya mengandalkan omongan dan ocehan orang yang tidak suka dengan agama. Dan untuk kedepan, moga kamu muslimin khususnya lebih cermat menyikapi suatu masalah.

Al-quran telah memperingatkan kita agat lebih teliti menerima sesuatu dan tidak, sebagaimana firman Allah saw dalam surah al-hujurat:

ياأيها الذين أمنوا إن جاءكم فاسق بنبإ فتبينوا...

Demikianlah al-Quran mengajari kita. Dan niqab adalah anjuran agama bukan bawaan atau tradisi orang arab belaka sebagaimana dilontarkan sebgian kalangan.

Wallahu'alam bi ash-shawab

Kairo, 26- 10- 09

Sufrin Effendi Lubis
Selengkapnya

Minggu, 18 Oktober 2009

HARI INI ADALAH MASA DEPANKU

Kehidupun berputar cepat. Usia yang makin hari makin bertambah. Lima tahun yang kemaren seakan lima bulan yang lalu dan sekarang umur kita sudah belasan atau bahkan sudah puluhan tahun. Ada yang berkepala dua, juga ada yang telah berkepala tiga. Tanpa terasa keadaanpun telah menuntut kita untuk bersikap lebih dewasa,. Kondisi seperti ini rata-rata dirasakan oleh semua orang tanpa terkecuali. Semua individu mempunyai kesibukan tersendiri tanpa melihat bentuk dan rupa kesibukan tersebut. Ada kalanya kesibukan itu tak lebih dari hiburan belaka yang dipenuhi dengan corak macam gurauan dan waktu terbuang sia-sia, dan ada juga yang tekun dan serius untuk menggeluti suatu pekerjaan, untuk memcapai suatu tujuan yang ia inginkan.

Kalaulah boleh melihat rupa dan wajah dunia nyata. Realitas masyarakat, sekolahan, perkantoran. Ketika ditelusiri lebiah dalam, ternyata apa yang kita banggakan dan kita harapkan selama ini tak sesuai dengan prospek yang jauh-jauh hari telah kita susun rapi. Karena regenerasi yang kebanyakan lupa dengan tujuan ketika berada dalam satu komunitas. Dan ini terindikasi dari kualitas mahasiswa mahasiswi alumni perkuliahan manapun; yang notabene perkuliahan merupakan lingkungan orang-orang yang mempunyai masa depan yang cerah. Kalaulah mahasiswa-mahasiswinya seperti sekarang ini bagaimana dengan yang tidak kenal sekolah, tidak kenal baca tulis, tidak mau shalat atau bahkan yang tidak pandai shalat..???

Akan tetapi, berapa banyak di antara mahasiswa-mahasiswi, ketika selesai kuliah mereka malah pusing tujuh keliling. Gelar sarjana yang seharusnya menjanjikan ketenangan dan kebahagiaan, justru malah menjadi embel-embel yang mempersempit perjalanan, kaki serasa dikekang dan lingkungan seakan melototi gerak geriknya. Maju ke dunia nyata terasa sangat malu karena kemampuan yang tidak memadai, dan memuali dari awal adalah hal yang mustahil apalagi sampai menghitung-hitung berapa puluh juta yang telah kita habiskan selama menempuh pendidikan. Ini adalah problem saya, problem anda dan problem kita semua.

Ibarat sebuah restoran. Disamping dia dituntut untuk memasak dengan enak dan pelayanan yang bagus, dia juga harus berpenampilan rapi dan bersih. Sehingga pelanggan tidak enggan datang dan mengunjungi restorannya. Dan kerapian tempat, kebersiahan, dan pelayanan yang bagus mengandung nilai yang memikat para pengunjung dan sekaligus menjadi penentu dalam usahanya tersebut. Namun, ketika sebuah restoran tidak memperhatikan hal-hal yang telah disebutkan di atas, atau hanya mengandalkan enaknya masakan tanpa memperhatikan dari segi kebersihan dan keramahan terhadap pengunjung, jelas akan berdampak terhadap masa depan restoran tersebut. Atau orang-orang akan datang ke restoran tersebut, tapi hanya sekali dan itupun diiringi penyesalan dan mungkin berjanji pada dirinya tidak akan datang ke restoran itu lagi.

Begitulah realitas dari sebuah keadaan. Apabila salah bertindak juga akan menghasilkan nilai yang tak sesuai dengan apa yang kita harapkan. Dan logisnya, ketika kita mengerjakan sesuatu, secara spontanitas kita juga telah mempersiapkan segala sesuatu untuk tercapainya hasil tujuan yang diinginkan. Terkeculai kalau kita tidak mempunyai tujuan yang lebih jauh dari dunia. Atau telah mencukupkan kesenangan dunia yang menurut kita adalah segalanya. Orang yang seperti ini tidak jauh beda dengan keberadaan restoran yang disebutkan di atas tadi.

Hari ini adalah masa depan kita, esok belum tentu milik kita. Kalimat ringan tapi mengandung makna yang sangat dalam. Dan orang yang memahami kalimat tersebut sendirinya akan terdorong untuk mempersiapkan diri dan memngumpulkan bekal untuk hari esoknya. Kejayaan kita di masa mendatang tengantung dengan kerja keras kita di masa sekarang. Ingin menjadi orang yang sehat dan jauh dari penyakit di kala tua, tergantung bagaimana kita menjaga kesehatan dan keseimbanga tubuh kita di masa muda. Ingin menjadi orang yang sukses di hari-hari mendatang tergantung dengan usaha dan upaya apa saja yang telah kita lakulan jauh sebelumnya.

انظر يومك ولا تهتم بالغد...لأن إذا أصلحت يومك صلح غدك

Optimallah dalam keseharian anda, dan jangan menyibukkan diri dengan hari esok. Karena ketika hari ini kita optimal niscaya besok juga akan lebih bagus.

Ungkapan di atas bukan berarti kita tidak boleh memikirkan masa depan, akan tetapi merupakan cara agar kita mendapat masa depan yang cerah. Ibarat di atas mengingatkan kita akan perbuatan kebanyakan orang yang menyibukkan diri dengan masa depan dan lupa dengan hari sekarang. Al-Quran juga menganjurkan agar jangan sampai bagian kita selama di dunia dilalaikan, dan fokus ke kehidupan akhirat karena dunia merupakan jembatan menuju kehidupan kahirat; kehidupan yang kekal dan abadi.

Kita tidak menafinkan taqdir dan ketentuan Allah SAW., yang telah menentukan segala sesuatunya. Akan tetapi, kita sebagai manusia; yang diperintahkan untuk berusaha dan berikhtiar semaksimal mungkin untuk mencapai yang terbaik. Bukan menerima apa yang Allah SWT., tentukan tanpa ada upaya untuk menghasilkan yang kita inginkan. Ibaratnya orang yang ingin pintar tapi tak mau belajar adalah gila, seperti orang yang ingin kaya tapi tak mau berusaha.

Maksimalitaslah yang dituntut dari kita sebagai manusia. Bukan sekedar menerima apa adanya, tanpa ada upaya untuk mengubah yang jelek menjadi yang baik; yang kerdil menjadi yang besar dan terpandang.

Al-Qur’an jauh sebelumnya telah mengajari kita untuk mempersiapkan diri menghadapi masa depan dan memformat segala sesuatunya sebagai bekal dikemudian hari. Tidak bekal selama di dunia saja akan tetapi juga bekal di akhirat nanti. Firman Allah SAW., mengatakan dalam al-Qur’an.

"Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah dipersiapkannya untuk hari esok…" (QS.al-hasyr ayat: 18)

Para ulama mengatakan, bahwa persiapan yang dimaksud adalah persipan kita di akhirat kelak ketika semunya telah berubah. Orang yang baik semasa hidupnya di dunia, akan melihat hasil dari pengorbanannya tersebut. Begitu juga dengan orang yang selama di dunia hanya melakukan hal yang tidak sesuai dengan anjuran Allah dan lupa dengan hari akhirat, juga akan melihat balasan yang setimpal dengan perbuatannya. Penyesalan akan muncul di sana-sini; tidak orang yang selama hidupnya maksiat saja tapi orang saleh sekalipun akan merasa merugi dan ingin kembali ke dunia. Sebagaimana dikatakan dalam satu riwayat bahwa mereka yang saleh juga merasa menyesal akan ketidak seriusannya beribadah kepada Allah SWT. Kerena mereka telah melihat betapa indahnya balasan yang Allah sediakan bagi orang-orang yang benar-benar mengharapkan balasan-Nya. Beda halnya dengan penyesalan orang yang selama hidupnya penuh dengan kemungkaran dan kedzaliman. Mereka menyesal karena telah melihat kedahsyatan azab dan siksaan Allah dan merasa tidak mampu berlama-lama dalam kondisi seperti ini. Oleh karena itu mereka ingin lepas dan kembali ke alam dunia dan mulai menata hidup dengan sebaik-baiknya. Begitulah realita yang al-Qur’an ceritakan tentang keberadaan manusia dikemudian hari.

Masalah sudah jelas dan semua manusia sejatinya menginginkan kehidupan yang lebih baik. Tidak di dunia saja akan tetapi juga di akhirat. Oleh karena itu, sudah semestinya kita mempersiapkan diri menghadapi hari perhitungan; yang al-Quran ibaratkan dengan hari esok. Hari yang semua seolah terputus, semua hanya mementingkan keberadaan diri sendiri. Begitulah gambaran yang Allah baritahukan kepada kita melalui lisan Nabi-Nya. Semuanya telah jelas dan tinggal kitanya; mau senang dunia akhirat atau malah lebih cenderung memilih kesengsaraan.

Orang yang mengharapkan balasan di dunia, niscaya tidak akan mendapatkan balasan di kemudian hari. Dan orang yang mengharapkan balasan akhirat, sesungguhnya kesenangan dunia itu sendirinya akan datang menghampiri kita. Begitulah Allah menyindir orang-orang yang lebih mementingkan kehidupan dunia dibandingkan dengan kehidupan akhirat.

Wallahu a’lam bi ash-shawaaf
Selengkapnya

Senin, 28 September 2009

DATA PRIBADI

DATA PRIBADI

Nama : SUFRIN EFENDI LUBIS
Tempat Tgl Lahir : Pasir Jae, 05 Desember 1986
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Alamat Asal : Pasir Julu. Kec. Sosa. Padang Lawas. SUMUT
Telp : +20117909556
Email : royyan368@yahoo.com
Asal Sekolah : Pesantren Al-Mukhlisin Sibuhuan
Fakultas/jurusan : Syari'ah wa Qonun/Syari'ah Islamiyah
Nama Universitas : Al-Azhar Asy-Syarief
Riwayat pendidikan
SDN. Pasir Julu, No. 146991. Thn: 1991/1999
MTs Suwasta Syech Ahmad Daud (Nubundong), Gungung tua julu. Sosopan. Thn: 1999/2002
3. MAS Al-Mukhlisin, Jl.Bakti, Barumun, Sibuhuan. Thn: 2002/2005
4. Sekolah Tinggi Pendidikan Dai An-Nu'aimy, Kebayoran lama, JAKARTA. Thn: 2005/2007
5. Sokolah Tinggi Agama Islam Al-Qudwah, DEPOK. Thn: 2005/2008
6. Uneversitas Al-Azhar, CAIRO. Thn: 2008
Pengalaman organisasi
Dewan Pengurus Organisasi Pesantren Syech Ahmad Daud. Thn: 2003/2005
Wakil Katua Departemen keilmuan Pesantren Syech Ahmad Daud. Thn: 2004/2005
Anggota pembimbing bahasa Perguruan Islam Ar-Risalah, PADANG. Thn: 2007/2008
Ketua Bagian Tahfizh Perguruan Islam Ar-Risalah, PADANG. Thn: 2007/2008
Staf pengajar Perguruan Islam Ar-Risalah, PADANG. Thn: 2007/2008
Guru tamu di Pesantren Modern Diniyah Pasir, Bukit Tinggi. Thn: 2007
Anggota Forum Lingkar Pena, CAIRO. Thn: 2009
Dewan Pengurus KPTS (Keluarga Pelajar Tapanuli dan Sekitarnya). Thn: 2009/2010 Selengkapnya